Minggu, 30 September 2012

GARUDA KE KIRI, GARUDA KE KANAN


 File:Garuda Pancasila.jpg
 Sejak berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945 berlanjut kepada Perang Dingin antara negara-negara Kapitalis dibawah Amerika Serikat terhadap negara-negara Komunis-Sosialis dibawah Uni Soviet. Namun diluar dari negara-negara tersebut terjadi konflik akibat pengaruh Perang Dingin tersebut yang kemudian menjadi mulai memanas antara lain seperti yang terjadi di Vietnam maupun Korea.
Di Indonesia sendiri atas kecenderungan haluan kirinya dikhawatirkan oleh Amerika dengan semakin terancamnya atas kepentingan-kepentingan kubu-kubu Kapitalis. Amerika sangat bersemangat untuk melawan pengaruh Komunis yang berkembang di Indonesia dan berusaha dengan berbagai cara misalnya mulai mendidik perwira militer Indonesia lewat undangan untuk datang ke Amerika dengan tujuan bersekolah militer.
Upaya-upaya Amerika terus dilakukan agar Indonesia membelokan orientasi yang condong ke kiri berubah kearah pro-barat serta sesuai keinginan dan kepentingan-kepentingan yang diharapkan kubu-kubu Kapitalis. Dan ditahun 1966 menjadi sejarah dinamika perpolitikan Indonesia serta proses yang dialami dalam menentukan arah atas bentuk implikasi dari latar belakang pengaruh-pengaruh dari Perang Dingin.
Di Istana Bogor pada bulan Januari tahun 1966, banyak mahasiswa berdatangan baik dari Jakarta maupun Bandung untuk berdemonstrasi melawan pemerintahan Soekarno secara keras guna menekan Soekarno. Perlawanan terhadap pasukan Cakrabirawa pada waktu itu bahkan berani dilakukan mahasiswa  dan bentrok fisik nyaris terjadi. Sementara itu rapat kabinet yang dipimpin presiden Soekarno sedang berlangsung di Istana, tuduhan keterlibatan Bung Karno dalam “Gestapu” yang tertulis dipamflet yang dibawa oleh mahasiswa untuk berdemo membuat Bung Karno geram dan tuduhan tersebut ditolak oleh Bung Karno. Para demonstran  mengepung Istana yang pada waktu itu sedang berlangsung rapat kabinet, demonstrasi berlangsung dengan melibatkan 3 pihak tentara, mahasiswa anti-komunis dan mahasiswa pro-komunis dengan masing-masing memiliki berbeda-beda agenda yang ingin disuarakan. Disatu pihak menjanjikan suatu solusi politik dengan menunggu waktu untuk diumumkan dan disisi lain menginginkan pembubaran PKI secara resmi.
Mahasiswa kembali turun ke jalan menyerukan dengan lantang Tiga Tuntutan Rakyat atau yang lebih dikenal dengan “Tritura” yang isinya antara lain: Bubarkan PKI, retool Kabinet Dwikora, dan turunkan harga. Tuntutan tersebut terkait solusi politik yang dijanjikan Soekarno belum kunjung datang dan direalisasikan. Demonstrasi tersebut lanjutan demonstrasi sebelumnya dan terjadi di bulan Februari tahun 1966. Kemudian tuntutan mahasiswa ditanggapi Bung Karno dengan dilakukannya reshuffle Kabinet Dwikora menjadi Kabinet Dwikora yang disempurnakan. Namun Kabinet tersebut dianggap mahasiswa dan tentara sebagai Kabinet Gestapu dengan masih mempertahankan orang-orang yang berhaluan kiri seperti Omar Dhani dan Soebandrio dimana keduannya dicurigai ikut terlibat dalam insiden berdarah peristiwa Gerakan 30 September. Perubahan juga terjadi atas pergantian Menteri Pertahanan dan Keamanan dari sebelumnya Nasution kepada Letnan Jenderal Sarbini serta ditetapkan Menteri/Panglima Angkatan Darat dan Kepala Staff Komando Tertinggi kepada Soeharto yang sebelumnya 1 Februari naik pangkat dari Mayor Jenderal menjadi Letnan Jenderal. Tanggal 24 Februari terjadi demonstrasi besar antara mahasiswa dan pasukan pengawal Istana Cakrabirawa terkait pelantikan Kabinet tersebut dan berujung pada bentrokan.
Situasi Indonesia saat itu dalam administrasi pemerintahan mengalami situasi lumpuh total dampak dari percobaan Kudeta 1 oktober 1965. Disaat Desember 1949 Indonesia memperoleh kemerdekaan, atas kedekatan dengan Soekarno disamping organisasi yang bagus dan kerja keras mendorong Soekarno dalam mendukung tumbuh berkembangnya Partai Komunis Indonesia dari semula partai kecil menjadi organisasi sipil terkuat di Indonesia. Antara tahun 1957 dan 1960 PKI menjalankan rezim otoriter atas eksploitasi militer yang dilakukan Soekarno agar militer menggunakan PKI dan membantunya. Sehingga saat itu Soekarno mampu mempermainkan keseimbangan diantara PKI dan militer demi mempertahankan kekuasaan di tahun-tahun tersebut.
Soekarno tidak melihat PKI sebagai ancaman kekuasaan melainkan dukungan. Namun justru pimpinan militer yang dicurigai hingga peranan politik militer dikurangi serta berada dibawah kontrolnya Soekarno pada dua tahun terakhir. Dilain sisi PKI dipandang militer ialah suatu ancaman peran politik, suatu buruknya ideologi serta dipandang asing cara hidupnya.
Kekhawatiran sejumlah kalangan berkembangnya PKI didalam negeri dikarenakan bangkitnya partai tersebut awal tahun 1950an yang sebelumnya pernah ditumpas dikarenakan usaha penggulingan pemerintahan pada peristiwa madiun 1948 PKI memberontak saat Indonesia masih muda namun dapat membangun kembali partai dengan lebih dinamis. Ranking ke 4 diduduki PKI pada Pemilu 1955 menjadi partai terbesar pemenang Pemilu dan didalam negeri banyak kalangan yang anti menjadi waspada atas hasil perolehan kemenangan tersebut.
Banyak keinginan untuk menyingkirkan pengaruh PKI dengan bertahap dinegeri ini ditambah kekhawatiran semakin dekat Bung Karno dengan PKI atas konsep Nasakom Bung Karno untuk menggiring masyarakat ke haluan kiri seperti yang diinginkan PKI dengan tunduk kepada RRC sebagai bentuk kepentingan Komunis Internasional.
Soekarno yang mulai ke haluan kiri selalu menghalangi militer dalam menindas komunis dan militer berharap suatu saat memiliki alas an untuk melakukan serangan disaat nanti tindakan kekerasan yang dilakukan PKI kembali terjadi. Dalam hal ini setengah hatinya militer mengikuti Soekarno yang cenderung ke kiri. Dan kesempatan terjadi saat terjadi Gerakan 30 September yang diduga otak pelakunya PKI dengan menewaskan enam Jenderal tertinggi dan disebut suatu percobaan kudeta yang dipropagandakan bahwa PKI berusaha untuk merebut pemerintahan. Kemudian atas hal tersebut PKI sebagai organisasi terbuka yang efektif dihancurkan ditumpas dengan kejam oleh militer.
Dinamika politik yang semakin cepat menjadi katasilator atas implikasi peristiwa berdarah Gerakan 30 September dengan ditudingnya pihak yang bertanggung jawab atas insiden tersebut adalah PKI yang dinyatakan oleh Angkatan Darat dan diperkuat media massa yang mendukung berkampanye atas tuduhan tersebut. Tiga bulan antara Oktober, November dan Desember terjadi pembantaian massal sekitar setengah juta manusia yang terjadi  antara lain di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali atas affiliasi kekuatan sipil dan militer. Sipil dan militer beraffiliasi dengan kekuatan itu dihabisi, dibantai banyaknya jumlah manusia dari Oktober hingga Desember dan selanjutnya tanpa adanya proses peradilan sehingga jauh dari prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab atas hilangnya jejak kemanusiaan dengan tidak ditemukannya atas pembantaian massal tersebut namun sebaliknya tanggal 13 Februari 1966 sampai tahun 1978 sekitar 900 orang diadili oleh Mahkamah Militer Luar biasa (Mahmilub) atas tuduhan keterlibatan Gerakan 30 September.

PROSES GARUDA BERTAHAP BERALIH KE KANAN
Pasca kudeta dengan dihancurkan PKI, militer mengatur kembali arah kebijakan dalam maupun luar negeri Indonesia dan tidak berkeinginan dalam peralihan pemerintahan tetapi militer berkeinginan memainkan peran penting dalam politik yang dibawah Soeharto dan Nasution. Soekarno menjadi Kepala Negara simbolik yang dipertahankan paling tidak oleh pemimpin militer disaat dukungan serta kesetiaan massa yang kuat terhadap Soekarno, militer berharap lambang kemerdekaan tetaplah Bung Karno karena apabila terang-terangan militer menggeser Soekarno tentu dampak ditubuh militer terpecah dan dapat berujung pada konflik sesama saudara hingga rakyat dibuat bingung. Hal tersebut ditakutkan Nasution dan Soeharto dengan menjadikan Soekarno bumper untuk melawan buruknya ekonomi kehidupan dan ketidakpuasan rakyat. Kemudian oleh sebab itu memanfaatkan sebagai tempat bersembunyi dari tuntutan tanggung jawab keadaan buruk ekonomi hingga standar hidup yang kian merosot.
Disaat Bung Karno memimpin Sidang Kabinet Dwikora yang disempurnakan, masuk ke ruang sidang Komandan Resimen Cakrabirawa yakni Brigadir Jenderal M.Sabur untuk memberitahukan kekhawatiran terhadap ada sejumlah pasukan yang tidak dikenal kepada Pangdam V/Jaya Brigadir Jenderal Amir Machmud yang tak kunjung keluar sehingga lewat nota informasi tersebut disampaikan langsung kepada Presiden. Setelah Bung Karno ketahui, sidang diserahkan kepada Waperdam II Leimena kemudian Bung Karno bergegas menuju Istana Bogor ditemani Soebandrio dengan helikopter.
Di Istana terjadi pertemuan Bung Karno dengan Brigadir Jenderal M.Jusuf, Brigadir Jenderal Basuki Rachmat dan Brigadir Jenderal Amir Machmud atas utusan Soeharto yang sakit sehingga tidak dapat hadir dalam sidang kabinet serta satu-satunya menteri yang berhalangan hadir. Akhir atas pertemuan tersebut menjadi konsekuensi politis atas ditandatanganinya surat perintah 11 maret 1966 atau lebih dikenal dengan Supersemar oleh Bung Karno yang menugaskan Letnan Jenderal Soeharto agar mengambil segala tindakan yang dianggap perlu demi maksud terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi.
Selanjutnya berubah dengan drastis iklim politik Indonesia dan terhadap situasi dalam negeri dan nyaris dapat melakukan apa saja. Bagi militer pimpinan Jenderal Soeharto dampak dari Supersemar menjadi berwenang membubarkan PKI lalu menangkap menteri-menteri, keanggotaan MPRS direkayasa, TAP MPRS menetapkan Supersemar sebagai ketetapan, mencabut status presiden seumur hidup bagi Bung Karno dan menolak pidato Nawaksara oleh MPRS yang telah diatur dengan hasil akhir pemberhentian sebagai presiden kepada Soekarno dan berdampak peralihan Orde lama ke Orde baru dibawah pimpinan Jenderal Soeharto.
Dampak yang luas dari Supersemar ialah dari kebijakan luar negeri maupun dalam negeri dimana orientasi politik luar negeri arahnya berbelok, Amerika menjadi kawan pemerintahan pasca lengsernya Bung Karno yang sebelumnya menjadi musuh, membina persahabatan dengan berbagai negara Kapitalis, dihentikan konfrontasi dengan Malaysia , kembalinya menjadi anggota PBB dan besarnya hutang disaat rezim Orde lama jatuh. Politik Indonesia berbalik arah dari yang dahulu sipil menjadi militer, dari haluan kiri menjadi ke kanan, dari kerakyatan menjadi ke elit politik, dari anti Nekolim menjadi pro ke pihak asing. Implikasi atas legitimasi Supersemar sungguh super, dengan kata lain telah menghantarkan Garuda yang dahulu melihat ke kiri telah beralih dan memilih untuk melihat ke kanan.