Minggu, 30 September 2012

GARUDA KE KIRI, GARUDA KE KANAN


 File:Garuda Pancasila.jpg
 Sejak berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945 berlanjut kepada Perang Dingin antara negara-negara Kapitalis dibawah Amerika Serikat terhadap negara-negara Komunis-Sosialis dibawah Uni Soviet. Namun diluar dari negara-negara tersebut terjadi konflik akibat pengaruh Perang Dingin tersebut yang kemudian menjadi mulai memanas antara lain seperti yang terjadi di Vietnam maupun Korea.
Di Indonesia sendiri atas kecenderungan haluan kirinya dikhawatirkan oleh Amerika dengan semakin terancamnya atas kepentingan-kepentingan kubu-kubu Kapitalis. Amerika sangat bersemangat untuk melawan pengaruh Komunis yang berkembang di Indonesia dan berusaha dengan berbagai cara misalnya mulai mendidik perwira militer Indonesia lewat undangan untuk datang ke Amerika dengan tujuan bersekolah militer.
Upaya-upaya Amerika terus dilakukan agar Indonesia membelokan orientasi yang condong ke kiri berubah kearah pro-barat serta sesuai keinginan dan kepentingan-kepentingan yang diharapkan kubu-kubu Kapitalis. Dan ditahun 1966 menjadi sejarah dinamika perpolitikan Indonesia serta proses yang dialami dalam menentukan arah atas bentuk implikasi dari latar belakang pengaruh-pengaruh dari Perang Dingin.
Di Istana Bogor pada bulan Januari tahun 1966, banyak mahasiswa berdatangan baik dari Jakarta maupun Bandung untuk berdemonstrasi melawan pemerintahan Soekarno secara keras guna menekan Soekarno. Perlawanan terhadap pasukan Cakrabirawa pada waktu itu bahkan berani dilakukan mahasiswa  dan bentrok fisik nyaris terjadi. Sementara itu rapat kabinet yang dipimpin presiden Soekarno sedang berlangsung di Istana, tuduhan keterlibatan Bung Karno dalam “Gestapu” yang tertulis dipamflet yang dibawa oleh mahasiswa untuk berdemo membuat Bung Karno geram dan tuduhan tersebut ditolak oleh Bung Karno. Para demonstran  mengepung Istana yang pada waktu itu sedang berlangsung rapat kabinet, demonstrasi berlangsung dengan melibatkan 3 pihak tentara, mahasiswa anti-komunis dan mahasiswa pro-komunis dengan masing-masing memiliki berbeda-beda agenda yang ingin disuarakan. Disatu pihak menjanjikan suatu solusi politik dengan menunggu waktu untuk diumumkan dan disisi lain menginginkan pembubaran PKI secara resmi.
Mahasiswa kembali turun ke jalan menyerukan dengan lantang Tiga Tuntutan Rakyat atau yang lebih dikenal dengan “Tritura” yang isinya antara lain: Bubarkan PKI, retool Kabinet Dwikora, dan turunkan harga. Tuntutan tersebut terkait solusi politik yang dijanjikan Soekarno belum kunjung datang dan direalisasikan. Demonstrasi tersebut lanjutan demonstrasi sebelumnya dan terjadi di bulan Februari tahun 1966. Kemudian tuntutan mahasiswa ditanggapi Bung Karno dengan dilakukannya reshuffle Kabinet Dwikora menjadi Kabinet Dwikora yang disempurnakan. Namun Kabinet tersebut dianggap mahasiswa dan tentara sebagai Kabinet Gestapu dengan masih mempertahankan orang-orang yang berhaluan kiri seperti Omar Dhani dan Soebandrio dimana keduannya dicurigai ikut terlibat dalam insiden berdarah peristiwa Gerakan 30 September. Perubahan juga terjadi atas pergantian Menteri Pertahanan dan Keamanan dari sebelumnya Nasution kepada Letnan Jenderal Sarbini serta ditetapkan Menteri/Panglima Angkatan Darat dan Kepala Staff Komando Tertinggi kepada Soeharto yang sebelumnya 1 Februari naik pangkat dari Mayor Jenderal menjadi Letnan Jenderal. Tanggal 24 Februari terjadi demonstrasi besar antara mahasiswa dan pasukan pengawal Istana Cakrabirawa terkait pelantikan Kabinet tersebut dan berujung pada bentrokan.
Situasi Indonesia saat itu dalam administrasi pemerintahan mengalami situasi lumpuh total dampak dari percobaan Kudeta 1 oktober 1965. Disaat Desember 1949 Indonesia memperoleh kemerdekaan, atas kedekatan dengan Soekarno disamping organisasi yang bagus dan kerja keras mendorong Soekarno dalam mendukung tumbuh berkembangnya Partai Komunis Indonesia dari semula partai kecil menjadi organisasi sipil terkuat di Indonesia. Antara tahun 1957 dan 1960 PKI menjalankan rezim otoriter atas eksploitasi militer yang dilakukan Soekarno agar militer menggunakan PKI dan membantunya. Sehingga saat itu Soekarno mampu mempermainkan keseimbangan diantara PKI dan militer demi mempertahankan kekuasaan di tahun-tahun tersebut.
Soekarno tidak melihat PKI sebagai ancaman kekuasaan melainkan dukungan. Namun justru pimpinan militer yang dicurigai hingga peranan politik militer dikurangi serta berada dibawah kontrolnya Soekarno pada dua tahun terakhir. Dilain sisi PKI dipandang militer ialah suatu ancaman peran politik, suatu buruknya ideologi serta dipandang asing cara hidupnya.
Kekhawatiran sejumlah kalangan berkembangnya PKI didalam negeri dikarenakan bangkitnya partai tersebut awal tahun 1950an yang sebelumnya pernah ditumpas dikarenakan usaha penggulingan pemerintahan pada peristiwa madiun 1948 PKI memberontak saat Indonesia masih muda namun dapat membangun kembali partai dengan lebih dinamis. Ranking ke 4 diduduki PKI pada Pemilu 1955 menjadi partai terbesar pemenang Pemilu dan didalam negeri banyak kalangan yang anti menjadi waspada atas hasil perolehan kemenangan tersebut.
Banyak keinginan untuk menyingkirkan pengaruh PKI dengan bertahap dinegeri ini ditambah kekhawatiran semakin dekat Bung Karno dengan PKI atas konsep Nasakom Bung Karno untuk menggiring masyarakat ke haluan kiri seperti yang diinginkan PKI dengan tunduk kepada RRC sebagai bentuk kepentingan Komunis Internasional.
Soekarno yang mulai ke haluan kiri selalu menghalangi militer dalam menindas komunis dan militer berharap suatu saat memiliki alas an untuk melakukan serangan disaat nanti tindakan kekerasan yang dilakukan PKI kembali terjadi. Dalam hal ini setengah hatinya militer mengikuti Soekarno yang cenderung ke kiri. Dan kesempatan terjadi saat terjadi Gerakan 30 September yang diduga otak pelakunya PKI dengan menewaskan enam Jenderal tertinggi dan disebut suatu percobaan kudeta yang dipropagandakan bahwa PKI berusaha untuk merebut pemerintahan. Kemudian atas hal tersebut PKI sebagai organisasi terbuka yang efektif dihancurkan ditumpas dengan kejam oleh militer.
Dinamika politik yang semakin cepat menjadi katasilator atas implikasi peristiwa berdarah Gerakan 30 September dengan ditudingnya pihak yang bertanggung jawab atas insiden tersebut adalah PKI yang dinyatakan oleh Angkatan Darat dan diperkuat media massa yang mendukung berkampanye atas tuduhan tersebut. Tiga bulan antara Oktober, November dan Desember terjadi pembantaian massal sekitar setengah juta manusia yang terjadi  antara lain di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali atas affiliasi kekuatan sipil dan militer. Sipil dan militer beraffiliasi dengan kekuatan itu dihabisi, dibantai banyaknya jumlah manusia dari Oktober hingga Desember dan selanjutnya tanpa adanya proses peradilan sehingga jauh dari prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab atas hilangnya jejak kemanusiaan dengan tidak ditemukannya atas pembantaian massal tersebut namun sebaliknya tanggal 13 Februari 1966 sampai tahun 1978 sekitar 900 orang diadili oleh Mahkamah Militer Luar biasa (Mahmilub) atas tuduhan keterlibatan Gerakan 30 September.

PROSES GARUDA BERTAHAP BERALIH KE KANAN
Pasca kudeta dengan dihancurkan PKI, militer mengatur kembali arah kebijakan dalam maupun luar negeri Indonesia dan tidak berkeinginan dalam peralihan pemerintahan tetapi militer berkeinginan memainkan peran penting dalam politik yang dibawah Soeharto dan Nasution. Soekarno menjadi Kepala Negara simbolik yang dipertahankan paling tidak oleh pemimpin militer disaat dukungan serta kesetiaan massa yang kuat terhadap Soekarno, militer berharap lambang kemerdekaan tetaplah Bung Karno karena apabila terang-terangan militer menggeser Soekarno tentu dampak ditubuh militer terpecah dan dapat berujung pada konflik sesama saudara hingga rakyat dibuat bingung. Hal tersebut ditakutkan Nasution dan Soeharto dengan menjadikan Soekarno bumper untuk melawan buruknya ekonomi kehidupan dan ketidakpuasan rakyat. Kemudian oleh sebab itu memanfaatkan sebagai tempat bersembunyi dari tuntutan tanggung jawab keadaan buruk ekonomi hingga standar hidup yang kian merosot.
Disaat Bung Karno memimpin Sidang Kabinet Dwikora yang disempurnakan, masuk ke ruang sidang Komandan Resimen Cakrabirawa yakni Brigadir Jenderal M.Sabur untuk memberitahukan kekhawatiran terhadap ada sejumlah pasukan yang tidak dikenal kepada Pangdam V/Jaya Brigadir Jenderal Amir Machmud yang tak kunjung keluar sehingga lewat nota informasi tersebut disampaikan langsung kepada Presiden. Setelah Bung Karno ketahui, sidang diserahkan kepada Waperdam II Leimena kemudian Bung Karno bergegas menuju Istana Bogor ditemani Soebandrio dengan helikopter.
Di Istana terjadi pertemuan Bung Karno dengan Brigadir Jenderal M.Jusuf, Brigadir Jenderal Basuki Rachmat dan Brigadir Jenderal Amir Machmud atas utusan Soeharto yang sakit sehingga tidak dapat hadir dalam sidang kabinet serta satu-satunya menteri yang berhalangan hadir. Akhir atas pertemuan tersebut menjadi konsekuensi politis atas ditandatanganinya surat perintah 11 maret 1966 atau lebih dikenal dengan Supersemar oleh Bung Karno yang menugaskan Letnan Jenderal Soeharto agar mengambil segala tindakan yang dianggap perlu demi maksud terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi.
Selanjutnya berubah dengan drastis iklim politik Indonesia dan terhadap situasi dalam negeri dan nyaris dapat melakukan apa saja. Bagi militer pimpinan Jenderal Soeharto dampak dari Supersemar menjadi berwenang membubarkan PKI lalu menangkap menteri-menteri, keanggotaan MPRS direkayasa, TAP MPRS menetapkan Supersemar sebagai ketetapan, mencabut status presiden seumur hidup bagi Bung Karno dan menolak pidato Nawaksara oleh MPRS yang telah diatur dengan hasil akhir pemberhentian sebagai presiden kepada Soekarno dan berdampak peralihan Orde lama ke Orde baru dibawah pimpinan Jenderal Soeharto.
Dampak yang luas dari Supersemar ialah dari kebijakan luar negeri maupun dalam negeri dimana orientasi politik luar negeri arahnya berbelok, Amerika menjadi kawan pemerintahan pasca lengsernya Bung Karno yang sebelumnya menjadi musuh, membina persahabatan dengan berbagai negara Kapitalis, dihentikan konfrontasi dengan Malaysia , kembalinya menjadi anggota PBB dan besarnya hutang disaat rezim Orde lama jatuh. Politik Indonesia berbalik arah dari yang dahulu sipil menjadi militer, dari haluan kiri menjadi ke kanan, dari kerakyatan menjadi ke elit politik, dari anti Nekolim menjadi pro ke pihak asing. Implikasi atas legitimasi Supersemar sungguh super, dengan kata lain telah menghantarkan Garuda yang dahulu melihat ke kiri telah beralih dan memilih untuk melihat ke kanan.

Kamis, 30 Agustus 2012

KENAPA SULIT MEMBEDAKAN MANA YANG SESAT DAN MANA YANG KRIMINAL DI SAMPANG



Seluruh bangsa Indonesia baru saja melewati peringatan hari kemerdekaan 17 agustus dan mayoritas muslim juga telah menjalani ibadah puasa Ramadhan yang telah berlalu serta merayakan hari besar Idul Fitri yang di tahun 2012 ini umat muslim di Indonesia berlebaran tepat dihari yang sama, sungguh sesuatu hal yang langka tidak terjadinya perbedaan dalam merayakan lebaran kali ini walaupun masih terdapat adanya perbedaan yang terjadi saat penentuan serta penetapan 1 Ramadhan kemarin.
Belum lama kita telah menikmati suka cita dalam menyambut kemerdekaan, namun lagi-lagi bangsa Indonesia dihadapkan oleh persoalan yang terjadi di akhir agustus menyangkut tentang konflik yang terjadi di Sampang, Jawa Timur yang berujung pada pembakaran pemukiman warga penganut Syiah. Kali ini isu persoalan konflik dan pembakaran pemukiman Syiah menjadi sorotan, warga muslim setempat resah serta kurang berkenan dengan adanya penganut ajaran tersebut di daerah itu hingga berlanjut pada konflik yang tidak terhindarkan. Perbedaan dalam akidah dan ibadah kemungkinan besar yang menjadi pemicu kasus tersebut, akan tetapi sebagian masyarakat lain di Indonesia berkembang opini publik bahwa diasumsikan kasus tersebut murni kriminal dan tidak terkait persoalan agama menyangkut perbedaan dalam golongan.
Hal ini menjadi bukti bahwa masih adanya soal perbedaan yang belum pernah selesai, sebelumnya kasus serupa terjadi atas golongan umat yang menamakan diri sebagai Ahmadiyah yang ditentang masyarakat Islam dan tidak jauh berbeda berlanjut konflik seperti yang terjadi di Sampang, Jawa Timur bahwa warga tidak berkenan dengan segala aktifitas serta kehadiran segolongan Syiah ini di pemukiman mereka.
Dilain pihak yakni kontrol sosial ternyata tidak mampu membendung amarah warga yang meledak hingga konflik tidak terhindarkan dan diasumsikan input keinginan warga pada persoalan Syiah kepada pihak kontrol sosial tidak mendapatkan titik temu, dan sehingga menyebabkan masyarakat muslim harus  turun tangan demi menjaga nama baik agama Islam berdasarkan dan sesuai Al-Quran dan Sunnah.
Berbagai kontradiksi antara Syiah dan umat Islam dari sisi fundamental agama Islam maupun dari potret sejarah membuktikan dasar persoalan pertentangan terhadap Syiah dan atas dasar fakta -fakta pada semua peristiwa dan untuk lebih mengetahui substansi dari ajaran Syiah itu sendiri yang menjadikan Islam tidak mengakui bahwa Syiah adalah bagian dari Islam, dengan kata lain “Syiah bukan Islam”. Mengapa???, ada baiknya mari kita melihat dan telusuri inti ajaran Syiah itu seperti apa, dan berikut Ringkasan sejumlah peristiwa terkait Syiah.
Syiah memiliki banyak sekte-sekte yang mana kesemuanya hakikat yang dimiliki ialah sama antara lain ada yang disebut Qadariyah, Ja’fariyyah, Imamiyyah dan yang lainnya.
Rafidhah merupakan sebutan yang dikenal golongan Syiah berasal dari kata “Rafadhnaka” yang memiliki arti “Kami menolakmu”, kemudian menjadi nama yang dikenal dengan sebutan Rafidhah dan itulah Syiah yang mutlak disebut sekarang.
Pendiri Syiah ialah bernama Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang menipu umat menjadi seorang muslim dan menyusup ke dalam masyarakat dengan memprovokasi dikalangan awam berbagai fitnah yang ditujukan kepada Khalifah Utsman bin Affan. Di tahun ke 34 Hijriah masyarakat memberontak dan di Tahun ke 35 Hijriah Khalifah Utsman bin Affan terbunuh di Madinah.
Sebelumnya  di tahun 23 Hijriah Khalifah Umar bin Khattab terbunuh yang pada saat itu Romawi, Persia, Mesopotamia, Palestina, Suriah, Mesir di taklukan Islam dibawah kekhalifahan Umar bin Khattab, pembunuhnya ialah bernama Abu Lu’luah yang sangat dihormati di kalangan Syiah dan disebut sebagai pembela agama.
Fakta membeberkan Syiah yang membunuh Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husain. Sang pembunuh Husain ialah dipimpin oleh mantan tentara pasukan Ali bin Abi Thalib yang menjadi Khalifah 148 Hijriah sampai 193 Hijriah yang bernama Ubaidillah bin Ziyad dan memerintahkan Sanan bin Anas An-Nakhai serta Syammar bin Dzil Jusyan yang merupakan tokoh eksekusi dalam melaksanakan pembunuhan tersebut.
Selanjutnya pemerintahan yang  menzhalimi rakyatnya di Irak dilakukan oleh An Nashir Lidinillah dimasa pemerintahan Khalifah Abbasiyah dan dia termasuk yang bermadzhab Syiah. Lalu di tahun 301 Hijriah sampai  567 Hijriah terjadi pembantaian muslim dilakukan oleh pemimpin Dinasti Fathimiyah di Mesir yang bernama Al-Afdhal dengan berkolaborasi dan atas bantuan tentara Salibis mengalahkan Sunni yang waktu itu dibawah Dinasti Turki Saljuk.
Berikutnya pembantaian muslim ditahun 656 Hijriah atas pemerintahan Al-Mu’tashim Billah dimana menterinya ialah bernama Muhammad bin Al-Qami dan Nashiruddin Ath-Thusi dari golongan Syiah bersekutu dengan Hulagu Khan yang merupakan pemimpin Tatar dan di tahun 658 Hijriah atas persengkongkolan diantara kamaluddin At-Taflisi dan Muhammad bin Yusuf Al-kanji yang merupakan 2 ulama Syiah dengan pemimpin Tatar untuk membantai penduduk muslim di Syam.
Antara bulan Mei sampai Juni 1985 suatu kelompok membunuh dan melukai 3100 orang warga Sunni palestina dan kelompok pembantai itu ialah Hizbullah. Selanjutnya sekitar 200 ribu muslim Irak dibunuh dengan cara dipotong bagian tubuhnya oleh hasil kerja sama Amerika dan Syiah yang dinyatakan pembesar Iran bahwa Kabul dan Baghdad tidak akan mudah jatuh tanpa peran Syiah. Serta serentetan fakta-fakta yang terjadi di Pakistan, Saudi Arabia, Bahrain, Yaman dan yang lainnya akan kekejaman dan kebengisan Syiah terhadap muslim yang terjadi.
SUBSTANSI DARI AJARAN SYIAH
Banyak sekali kontradiksi antara keyakinan antara Syiah dan Islam, yang diyakini kelompok Syiah sebagai pokok keyakinan dalam agama dan diantaranya ialah;
1.      Mereka percaya bahwa Imam yang membawa turun temurun yang mereka sebut Mushaf Fathimah dan yang dipegang oleh Ali bin Abi Thalib dari Al-Quran hanya sepertiga dan menganggap Al-Quran banyak yang telah dirubah dan yang kurang bahkan mereka sekarang menunggu datangnya Imam yng mereka sebut AL-Muntazhar.
2.      Mereka percaya hanya 12 Imam yang mampu menafsirkan dan memahami Al-Quran.
3.    Mereka tidak percaya Asmaul Husna  dengan melakukan meniadakannya nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT.
4.      Mereka percaya mencintai para Imam ialah bagi mereka Iman.
5.      Mereka tidak percaya Takdir dengan tidak mengimaninya.
6.      Mereka percaya Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah yang di wasiatkan sepeninggalan Muhammad SAW.
7.      Mereka percaya bahwa sahabat Nabi murtad dan kafir kecuali dari golongan mereka.
8.     Mereka percaya Allah memberi Wahyu kepada 12 Imam dan yang menguasai Sunnah Rasul hanya Ali bin Abi Thalib.
9.      Mereka tidak mengakui Khalifah Abu Bakar dan Umar dan percaya 12 Imam yang memimpin umat muslim.
10.  Mereka percaya yang memiliki sifat ma’shum ialah Imam.
11.  Mereka percaya tanpa keinginan mereka para Imam tidak akan mati.
12.  Mereka percaya dengan keinginan mereka para Imam dapat bangkit dari kubur.
13.  Mereka percaya Nabi dan Rasul tidak lebih mulia dari pada Imam.
14.  Mereka percaya akan bangkit dari kematian yakni para Imam dan Ahlussunnah lalu Abu Bakar dan Umar akan mereka salib serta Aisyah akan dikenakan hukuman zina.
15.  Mereka percaya bahwa tempat suci merupakan kuburan Imam.
16.  Mereka percaya Allah menarik perkataan yang difirmankan, keyakinan ini disebut Bada’
17.  Mereka yakin diluar golongan mereka tidak masuk surga karena diyakini kafir.
18.  Mereka percaya beban dosa Syiah yang menanggung Ahlussunnah dan pahala Ahlussunnah untuk Syiah.
19.  Mereka mewajibkan berkata dengan perkataan yang berbeda dengan apa yang dia yakini atau dengan kata lain memperlihatkan yang berbeda dari yang ada dihatinya.
20.  Mereka percaya Imam ke 12 Muhammad bin Hasan al Asykari sampai hari ini menjadi Imam sejak ayahnya wafat.
21. Mereka percaya Ahlussunnah darahnya halal dan memperbolehkan untuk menghina dan melaknat Ahlussunnah.
22.  Mereka percaya nikah mut’ah lebih wajib dari shalat, puasa dan haji dengan menghalalkannya.

ALASAN MENOLAK KEPERCAYAAN SYIAH
Bagi Syiah yang berhak menjadi Khalifah setelah Rasul ialah Ali bin Abi Thalib tetapi semasa Ali bin Abi Thalib hidup bahwa Ali tidak pernah menggugat Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan bahkan disaat Ali bin Abi Thalib menjabat sebagai Khalifah, tidak pernah Ali memberi hujatan kepada Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Apabila kebenaran bagi Syiah menggugat jabatan Khalifah, tentu Ali bin Abi Thalib menjadi orang pertama yang menggugat namun kenyataannya hal tersebut tidak pernah diperbuat oleh seorang Ali bin Abi Thalib dan tidak terbukti…!
Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Ashim, Abdullah bin Imam Ahmad, al-Ajurri bahwa Ali bin Abi Thalib berkata :
Sungguh akan ada orang-orang yang dimasukan oleh Allah kedalam neraka karena kecintaan mereka kepadaku. Dan sungguh akan ada orang-orang yang dimasukan oleh Allah ke dalam neraka karena kebencian mereka kepadaku.
Kemudian kematian Husain pada peristiwa Karbala menjadi momen hari besar mereka yang dikenal hari Asyura tetapi anehnya hari untuk Ali bin Abi Thalib tidak ada, padahal Ali sangat mereka muliakan dan ini bukti tidak konsistennya Syiah serta bukti kebohongan-kebohongan mereka sebagai Islam.
Agama dipandangan Syiah penuh dengan dominasi soal politik dengan inti utama dendam politik berkutat soal hak jabatan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah, peristiwa Karbala yang menimpa Husain bin Ali, dendam Mu’awiyah yang menjadi tradisi ke anak cucu mereka.
Kebencian Syiah yang ditonjolkan kepada non-muslim tidak melebihi kebencian Syiah terhadap Sunni, walaupun mereka berdalih bersaudara dengan konteks ingin menjalin ukhuwah namun itu merupakan kedok dari kalangan Syiah bahwa telah jelas mereka membenci sahabat Nabi seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan isteri-isteri Nabi seperti Aisyah dan Hafshah dengan mengamalkan segala hujatan tersebut sebagai pengamalan cara beragama mereka dan perbuatan menghujat sahabat sama saja memusuhi Islam.
Syiah tidak memuliakan wanita dengan praktik nikah mut’ah yakni sebagai pemuas seks mereka dengan menzhalimi wanita dengan perkawinan berdasarkan kontrak. Esensinya ialah seks bebas dengan mengatasnamakan agama mengganti pelacuran. Wanita tertindas dan buruknya wanita dipandangan Syiah lebih rendah dari binatang, hak waris wanita atas suami tidak ada, tidak menafkahkan wanita dengan baik, apabila hamil resiko yang menanggung adalah wanita itu sendiri sesuai kontrak tersebut. Inilah bukti wanita tidak terhormat ditempatkan oleh Syiah dengan ajaran menghalalkan nikah tersebut lebih utama dari pada Shalat, Astaghfirullah…
Bukti lainnya Syiah tidak pernah berperang bersama muslim terhadap kafir melainkan sebaliknya Syiah selalu terlibat dengan kafir berkerjasama dalam memerangi Islam. Masihkah kita menyatakan mereka Islam? Setelah bukti nyata akan kesesatan dan kezhaliman mereka tampak secara terang-terangan mereka memusuhi Islam, namun yang terjadi di Sampang menjadikan umat muslim dituduh sebagai kriminal dalam menyelesaikan dengan kekerasan lalu dicap ekstrim namun kebanyakan orang-orang di negara ini yang mayoritas anggap perbedaan merupakan suatu rahmad, ini bukan perbedaan, ini melecehkan agama kita Islam, menyakiti umat Islam, harusnya ini disadari umat Islam dimana mayoritas di negara ini, buka mata hati siapakah yang kriminal dengan hawa nafsu mengubah-ubah ajaran Rasulullah dan hukum Allah, masih kurangkah bukti mereka memerangi Islam, dari pemaparan diatas jelas ajaran Syiah melenceng dari ajaran Islam dan bukanlah dari sunnah Rasulullah Muhammad SAW.
 Mereka bukan Islam melainkan mereka menyelewengkan agama Islam setelah kebenaran mereka ketahui dan para agamawan Syiah membuat orang-orang awam celaka dan sesat. Janganlah diikuti dan didengar ajaran mereka bagi yang masih memiliki akal yang sehat bahwa akidah mereka hitam dan gelap, mereka pendusta, penipu, penuh dengan kesesatan, menyimpang dan seluruhnya kepalsuan.
Mereka ingin memadamkan cahaya (Agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci (QS. Ash-Shaff/61:8)

Kamis, 09 Agustus 2012

URBANISME DI ASIA TENGGARA (Hans-Dieter Evers dan Rudger Korff)


 
Perkotaan di Asia Tenggara secara keseluruhan proses urbanismenya termasuk lambat dan tingkatnya lebih rendah dari kawasan lain. Sebagian besar negara di Asia Tenggara, angkatan kerja masih bergerak di produksi pertanian,sebagian masyarakatnya masih berwawasan desa yang masih menganggap hal istimewa apabila tinggal di kota.
Kawasan yang terdapat kota-kota besar yang kontras dengan kesan sebagai masyarakat Asia Tenggara yang multietnik memberi kesan bahwa kota-kota besar ini asing bagi masyarakat asli Asia Tenggara serta fakta bahwa semua kota besar kecuali Bangkok belum terlalu lama didirikan oleh penguasa kolonial sebagai pusat pemerintahan dan pengeksplotasian.
Rendahnya tingkat urbanisasi keseluruhan,terkonsentrasinya penduduk di satu kota utama yang memiliki karakter heterogen,metropolitan,dan internasional bukanlah karakter kota utama nasional, akan tetapi semua itu memperkuat kesan urbanisasi asing terhadap budaya dan masyarakat Asia Tenggara.
Kota-kota Asia tenggara adalah mosaik dunia kultural dan rasial yang masing-masing mengingatkan orang kepada kenangan tentang negri dari masyarakat lain (Mc Gee 1967:24f) serta gambaran Ginsburg sebagai “sangat asing bagi lanskap Asia Tenggara” (Ginsburg 1976:3).
‘Mata rantai utama atau benteng terdepan” kekuasaan kolonial merupakan maksud dari pendirian dan pembangunan kota-kota besar yang lebih berkarakter multietnik dan metropolitan daripada  karakter nasional, dengan hubungan antar kota dan desa yang lebih bersifat komersial ketimbang kultural (Ginsburg 1976:3ff).
Kota-kota utama (primate city) masih muda (jarang lebih dari 200 tahun) kecuali Bangkok didirikan oleh penguasa kolonial. Ciri Primate cities atau kota utama dimiliki oleh semua kota besar di Asia Tenggara yang sangat menonjol dan kota terbesar di suatu negara Asia Tenggara merupakan ibukota negara tersebut.
Ciri-ciri kota utama (primate cities) adalah sebagai berikut :
1.      Kota terbesar pada suatu negara merupakan ibukota negara tersebut
2.      Memiliki jumlah penduduk terbanyak
3.      Memiliki pelabuhan terbesar
4.      Memiliki kantor pusat bisnis dan pemerintahan
5.      Sebagai pusat kebudayaan dan sosial
6.      Sebagai lokasi utama bagi produksi industri

Akibat dari urbanisasi yang cepat dan terpusat hanya di satu kota utama menimbulkan beberapa masalah seperti berikut :
1.      Kemacetan
2.      Polusi
3.      Daerah kumuh
            Penghambat pertumbuhan di kota-kota yang lebih kecil, dan bahwa kota-kota besar akan berekspansi lebih cepat daripada kota-kota kecil dikarenakan dominasi berlebihan terhadap kota utama.
            Kota-kota kecil yang sebagian masyarakatnya masih terdiri dari orang desa dan rakyat jelata telah pelan-pelan menerapkan industrialisasi dan kota-kota besar terus memonopoli jasa-jasa sehingga tidak banyak jenis layanan yang harus dilakukan oleh kota-kota kecil.
            Meskipun masyarakat yang terus berubah, fungsi-fungsi yang baru dan semakin kompleks cenderung tetap berada di tangan lembaga-lembaga mapan yang ada di kota-kota utama (Ginsburg 1976:3). Dualisme antara lembaga-lembaga moderen yang kebarat-baratan dan gaya hidup desa tampaknya masih terjadi di kota-kota utama.
            Dalam hal ekonomi, bazaar merupakan bentuk “involusi kota” serta koeksistensi ekonomi modern berbentuk perusahaan dan ekonomi (Armstrong dan Mc Gee 1980). Daerah kumuh di kota-kota utama adalah kelanjutan dari budaya desa di perkotaan atau sebagai mata rantai antara budaya rakyat desa dan budaya rakyat kota (Laquian 1972).
            Westernisasi dan kolonialisme mengakibatkan urbanisme menjadi sesuatu yang asing. Hal ini bertentangan dengan fakta bahwa kota-kota sudah ada di Asia Tenggara sejak 2000 tahun lampau, dan beberapa di antaranya sudah ada yang cukup besar, bahkan lebih besar dari kota-kota di Eropa pada masa itu (Wheatley 1983).
            Tradisi urbanisme di Asia Tenggara tidak mengarah ke pembentukan kota-kota borjuis yang independen yakni terkait erat dengan pembentukan negara dan sistem dominasi. Dari pengertian tersebut, kolonialisme adalah kelanjutan dari tradisi urban yang sudah ada dan sekaligus sebagai sebuah peralihan elit dari orang pribumi ke orang asing.
            Wertheim (1980) membagi dua pola utama pembentukan negara yaitu negara pedalaman dan negara pesisir. Bentuk-bentuk urbanisasi berkaitan erat dengan pola-pola pembentukan negara ini.
1.      Negara sebagai pusat pengendalian teritorial dalam konteks negara pedalaman.
Ibukota negara adalah pusat yang dikelilingi oleh ibukota-ibukota propinsi sebagai tempat persinggahan para pejabat pusat. Posisi para elite ditentukan dan dilegitimasikan oleh suatu kosmologi yang mengartikulasikan dunia sekular dan dunia saklar. Artikulasi ini sangat penting karena lembaga keagamaan adalah salah satu basis pengendalian teritorial dan pemerintahan.
2.      Kota sebagai pusat jaringan perdagangan.
Kota berperan sebagai kota dagang yang independen atau kota entrepot (merupakan titik simpul jalur perdagangan). Dalam pola ini, fungsi utama kota adalah mengendalikan perdagangan melalui kontrol terhadap simpul-simpul jalur perdagangan.

Kedua pola di atas saling berhubungan satu sama lain dan mempunyai kelemahan masing—barang masing. Barang-barang yang diperdagangkan atau dikonsumsi di kota-kota dagang dipasok dari negara-negara teritorial, dan sebaliknya para elite di negara-negara teritorial juga membutuhkan barang-barang mewah untuk memperlihatkan status mereka.
Sumber daya yang dimiliki kota provinsi memungkinkannya untuk menikmati kebebasan yang lebih besar terhadap pusat. Jika kota provinsi menjadi bagian dari sistem jaringan perdagangan dan wilayah pusat tidak, akan tetapi biasanya menimbulkan konflik dengan pusat.
Pada pola pengendalian territorial, fokusnya pada penyatuan atau integrasi semua provinsi ke dalam satu framework (bingkai kerja) yang didominasi oleh elit pusat. Sebab, perdagangan dapat melahirkan pusat-pusat perniagaan dan kelompok-kelompok pedagang yang independen terhadap negara dan terhadap penguasa.
Kelahiran kota-kota berkaitan erat dengan proses pembentukan negara, yang dipicu oleh semakin luasnya (difusi)  pengaruh Cina dan India yang disebut proses Indianisasi.
Konsep pemerintahan dan konsep pengelolaan teritorial, dan cara membangun kota mengadopsi India. Konsep-konsep yang diambil disesuaikan sedemikian rupa jadi tidak diterapkan begitu saja. Jadi, kebangkitan dan kelangsungan hidup kota-kota bukan semata-mata karena pengaruh masuknya kelompok-kelompok asing.
Sebelum adanya proses Indianisasi di Asia Tenggara sudah ada potensi pembentukan negara dan urbanisasi. Indianisasi hanya dapat diterapkan kepada kondisi material yang sudah ada dengan hanya memberikan konsep-konsep dan gagasan.

Rabu, 08 Agustus 2012

AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI


Agama secara mendasar dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib khususnya dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya.
Umumnya kajian agama terbagi oleh dua yakni teologis dan sosiologis, agama dalam teologis berkenaan dengan adanya klaim tentang kebenaran mutlak ajaran suatu agama dan dengan misi untuk mempertahankan doktrin agama. Intinya ialah iman yakni keimanan mutlak terhadap kebenaran ajaran agama yang diyakininya. Sedangkan agama dalam sosiologi adalah memandang agama sebagai salah satu institusi sosial, sebagai subsistem dari sistem sosial yang mempunyai fungsi sosial tertentu.
Dalam sosiologi agama tidak dilihat berdasarkan apa dan bagaimana isi ajaran dan doktrin keyakinannya, melainkan bagaimana ajaran dan keyakinan agama itu dilakukan dan mewujudkan ke dalam perilaku para pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, sosiologi agama adalah ilmu yang mempelajari tentang keberagaman perilaku manusia dalam dunia realitas.
Sosiologi agama mencoba memahami makna yang diberikan oleh masyarakat kepada sistem agama tertentu, dengan meletakkan agama dan keberagaman manusia sebagai gejala sosial. Karena pengkajian ini merupakan pengkajian tentang agama dan masyarakat, maka tepatlah apabila dimulai dengan sesuatu perbandingan keagamaan. Karena luas keanekaragaman pokok bahasannya, maka bidang agama merupakan sesuatu yang sulit untuk diukur dengan penilaian sosiologis.
Agama dalam keanekaragamannya yang hampir tidak dapat dibayangkan itu memerlukan deskripsi dan bukan definisi. Agama adalah gejala yang begitu sering “terdapat di mana-mana” sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah. Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta.

Setiap sosiolog berbeda dalam memandang sesuatu tergantung menggunakan teori apa untuk menganalisis fenomena. Emile Durkheim, pelopor sosiologi agama di perancis mengatakan bahwa agama sumber semua kebudayaan yang sangat tinggi, Max Weber berpendapat untuk umat, agama telah memberikan jawaban tertinggi terhadap masalah makna, sedangkan Karl Marx mengatakan agama adalah candu bagi manusia, yang menjadi masalah ialah bagaimana sosiologi seharusnya mendekati seefektif mungkin (observasi dan analisa) aspek eksistensi sosial manusia yang bersisi banyak dan kabur.
Sosiologi agama mencakup usaha pengembangan dan pencarian konsep yang lebih tepat sesuai dengan maksud untuk lebih memahami fenomena agama, agar manusia dapat memahami agama sebagai kepentingan dan kegiatan manusia. Agama terkait dengan kebutuhan, perasaan, aspirasi, dan menyangkut beberapa aspek esensil keadaan manusia, maka pemahaman mengenai sosiologi agama hanya berhubungan dengan efeknya dalam pengalaman historis manusia dan dalam perkembangan masyarakat.
 Pada dasarnya agama akan melahirkan masyarakat dan tumbuh berkembang menciptakan sebuah budaya sehingga pada dinamika perkembangannya melahirkan sebuah masyarakat dan pada akhirnya dapat kembali memunculkan agama dan hal ini terus berputar serta sebagai kausal yang saling berhubungan antara variabel yang satu dan lainnya, ini dikarenakan dari perputaran ketiga variabel besar yang saling berhubungan dan termasuk sebagai faktor luar yaitu agama, budaya dan sosial. Sedangkan faktor di dalam adalah gen, jadi dapat dikatakan bahwa budaya sangat dipengaruhi oleh agama. 
Perilaku keagamaan sesungguhnya merupakan perilaku yang terdapat dalam kenyataan dan karenanya dapat diamati dan diteliti, antara keduanya saling berkaitan secara erat, bila fenomena sosial berubah maka akan diikuti perubahan fenomena keagamaan dan sebaliknya.
Agama sangat mempengaruhi dalam kehidupan sosial (lahir, hidup, perkawinan, mati), setiap perbuatan manusia baik sosial, politik, ekonomi dan budaya dilakukan berdasarkan oleh mind yang timbul akibat dari agama itu sendiri, di dalam diri setiap individu terdapat pikiran yang dimana isi pikiran tersebut dapat mempengaruhi tindakan berlanjut lewat proses interaksi sosial dan fakta sosial, ada tiga hal pengaruh dalam pikiran yakni ide atau naluri, superego dan ego, secara manifes dari tiga hal tersebut adalah naluri dan secara latent adalah superego, yang dimana ketiga hal tersebut berpengaruh terhadap pola perilaku.
Emile Durkheim memberikan sebuah definisi untuk agama adalah sebagai suatu sistem kepercayaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan hal-hal yang dianggap sakral yaitu merupakan hal-hal yang yang dilarang dan dipisahkan, kepercayaan dan perilaku yang mempersatukan semua penganutnya menjadi satu komunitas moral, yaitu berdasarkan nilai-nilai bersama yang disebut umat.
Durkheim memandang bahwa pemujaan terhadap Tuhan sebagai pemujaan tersamar pada masyarakat yaitu entitas yang menjadi tempat individu bergantung. Agama melestarikan masyarakat dan memeliharanya dihadapan manusia dalam arti memberi nilai bagi manusia menanamkan dasar.
Berbeda dengan pemikiran marxis yang menganggap segala interpretasi-interpretasi keagamaan merupakan sekedar rasionalisasi-rasionalisasi, atau bahkan ada yang patuh kepada agama tertentu dan juga ada yang munafik, tetapi memenuhi keinginan-keinginan dari kelas-kelas yang sedang berkuasa.

Peran Agama dalam Sosiologi
Peranan sosial agama harus dilihat terutama sebagai sesuatu yang mempersatukan. Dalam pengertian harfiahnya, agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan bersama dalam masyarakat.
Agama cenderung melestarikan dan memelihara nilai-nilai sosial, fakta bahwa nilai-nilai keagamaan itu sakral berarti bahwa nilai-nilai keagamaan tersebut tidak mudah diubah karena adanya perubahan-perubahan dalam konsepsi-konsepsi kegunaan dan kesenangan duniawi.
Peranan agama di dalam masyarakat sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat dan melestarikan, namun juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai kekuatan mencerai-beraikan, memecah belah dan bahkan dapat menghancurkan.
 Masyarakat yang tidak menginginkan terjadinya suatu yang terpecah memerlukan agama di dalam masyarakat. Agama di nilai menjadi sebagai salah satu penghambat tatanan sosial yang telah mapan, tetapi agama juga memiliki kecenderungan dengan memperlihatkan kemampuannya yang revolusioner.
Ciri agama sebagai pemersatu aspirasi manusia, sebagai sejumlah moralitas sumber tatanan masyarakat dan perdamaian batin individu sebagai sesuatu yang memuliakan dan yang membuat manusia beradab.
Agama memainkan peranan yang bersifat kreatif, inovatif dan bahkan revolusioner khususnya saat dibidang sosial dan ekonomi terjadi perubahan besar. Peran agama tidak selalu bersifat memelihara dan menstabilkan.
Sementara itu agama memiliki fungsi manifest dan latent. Fungsi manifest  agama berkaitan dengan segi-segi doktrin, ritual, dan aturan perilaku dalam agama manusia. Tujuan atau fungsi agama adalah untuk membujuk manusia agar melaksanakan ritus agama, bersama-sama menerapkan ajaran agama, dan menjalankan kegiatan yang diperkenankan agama. Sedangkan fungsi latent agama, antara lain menawarakan kehangatan bergaul, meningkatkan mobilitas sosial dan mengembangkan seperangkat nilai ekonomi.
Sudah berabad-abad lamanya yang telah diberikan agama kepada manusia bukan saja ritus-ritus yang memberikan rasa kelegaan emosional dan berbagai cara untuk memperkuat kepercayaan sehingga karena hal tersebut seseorang mampu melaksanakan suatu pekerjaan, tetapi juga mengembangkan interpretasi-interpretasi intelektual yang membantu manusia dalam mendapatkan makna dari seluruh pengalaman hidupnya, karena agama telah membantu manusia menjawab  persoalan tentang mengapa hal-hal yang tidak menguntungkan itu terjadi.
 Peranan agama secara konteks umum yang dimana dalam ruang lingkupnya menyangkut hal-hal non-empiris serta telah memberikan penafsiran-penafsiran tentang sejarah umat manusia dan aturan-aturan sosial. Walaupun usaha-usaha pemecahan masalah yang diusahakan dalam istilah-istilah yang benar-benar empiris cenderung gagal dalam menghadapi ketidakseimbangan  pada sisi moral tatanan sosial tersebut.
Karena itu penjelasan-penjelasan tentang makna kemasyarakatan yang secara meluas telah sama-sama diakui, dalam rangka menyesuaikan dengan aturan-aturan moral tersebut, dan menggunakan unsur-unsur non-empiris atau bahkan menggunakan unsur-unsur yang sama sekali bersifat supernatural. Sebagai salah satu contoh misalnya adanya kepercayaan-kepercayan agama terhadap kehidupan akhirat kelak yakni sebagai penggunaan unsur-unsur penyeimbangan yang non-empiris.
Peranan agama yang lain ialah membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial yang terpadu dan utuh yaitu agama telah membantu mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat dan isi kewajiban-kewajiban sosial dengan memberikan nilai-nilai yang berfungsi menyalurkan sikap-sikap para anggota masyarakat dan menetapkan isi kewajiban-kewajiban sosial mereka.
Agama juga memainkan peranan vital serta merupakan alasan kuat untuk mempercayai agama karena agama memberikan kekuatan memaksa yang mendukung dan memperkuat adat-istiadat dalam hubungan sikap rasa hormat dan sikap mengagungkan ini patut diketahui terutama yang berkaitan dengan adat-istiadat (moral) yang berlaku, berhubungan erat dengan perasaan-perasaan kagum yang ditimbulkan oleh sesuatu yang sakral itu sendiri.
Selain itu penilaian terhadap peranan agama dalam masyarakat  adalah peranan yang dimainkan oleh agama dalam mengembangkan atau menghambat kelangsungan dan pemeliharaan kelompok-kelompok manusia. Nilai-nilai dalam keagamaan memainkan peranan dalam masyarakat hanya selama nilai-nilai tersebut dikenal, dianggap cocok dan diyakini oleh setiap anggota masyarakat.
Pengaruh ajaran-ajaran agama itu sangat kuat terhadap sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan, maka sistem-sistem nilai dari kebudayaan tersebut terwujud sebagai simbol-simbol suci yang maknanya bersumber pada ajaran-ajaran agama yang menjadi kerangka acuannya.
Agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong atau penggerak serta pengontrol bagi tindakan-tindakan para anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya.
Agama juga merupakan seperangkat hukum atau aturan tingkah laku maupun sikap yang selalu mengacu kembali pada kehendak Tuhan. Semua hukum maupun peraturan tersebut pada umumnya diciptakan Tuhan dan sebagian lain oleh manusia tertentu yang mendapatkan kepercayaan-Nya. Peraturan yang terdapat di dalam agama dapat berupa petunjuk-petunjuk, keharusan atau perintah, maupun larangan-larangan, yang kesemuanya itu agar terciptanya keselarasan, ketertiban, dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan manusia yang lain, manusia dengan lingkungan alam, dan manusia dengan Tuhan dapat tercapai.
Antara agama dengan masyarakat keberadaannya saling berkaitan, pada masyarakat primitif agama walau dalam bentuk yang masih sangat sederhana begitu berperan dan karenanya dibutuhkan kehadirannya terutama dalam mengatur kehidupan bersama. Bagi masyarakat tradisional yang segala sesuatu relatif bersifat homogen, agama selain sangat menonjol pada masyarakat yang belum maju tersebut, juga di pandang sebagai pemerkuat solidaritas sosial antara anggota masyarakat. Oleh hampir semua kalangan mengakui agama selalu penting berperan dalam masyarakat, terutama sebagai perpaduan dan penyatuan masyarakat.
Pendapat Emile Durkheim bahwa agama dapat mengantarkan para individu anggota masyarakat menjadi makhluk sosial. Agama melestarikan masyarakat, memeliharanya di hadapan manusia dalam arti memberi nilai bagi manusia, menanamkan sifat dasar manusia. Hal tersebut memperkuat sikap memiliki dan menghormati di mana norma yang demikian dianut. Jadi, melalui sanksi agama itu memberikan nilai dan norma secara fundamental yang strategis bagi pengendalian sosial dalam suatu tendensi penyimpangan dan pengungkapan berbagai hal yakni berupa dorongan-dorongan yang berbahaya terhadap stabilitas masyarakat.
Agama berupaya mencari jalan keselamatan  dari berbagai kompleks persoalan-persoalan hidup. Agama dengan terkandungnya semangat dapat menjadi faktor yang berperan untuk mengangkat manusia dari perjalanan manusia yang kelam.
Agama menawarkan suatu pandangan dunia dan jawaban atas berbagai persoalan yang membingungkan manusia, agama mendorong manusia untuk tidak selalu memikirkan kepentingan dirinya sendiri melainkan juga memikirkan kepentingan bersama.
Agama merupakan sumber utama proses sosialisasi. karena itu, agama berperan memberikan sumbangan psikologis, agama selain membantu orang dari kebingungan dunia dan menawarkan jawaban tentang berbagai permasalahan, juga memberikan kekuatan moral.
Masyarakat sebagai sistem sosial, menerjemahkan kepercayaan dan pengertian tentang realitas tertinggi yakni berupa kepercayaan religius ke dalam nilai-nilai kultural, sedangkan nilai-nilai kultural tersebut pada waktunya berperan sebagai tiang penyangga tata kehidupan bermasyarakat dan sebagai pedoman yang mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat di alam kehidupan fisik yang nyata.
Agama membentuk sejumlah dukungan yang signifikan pada proses integrasi masyarakat. Pertama, sistem kepercayaan menghasilkan dukungan terhadap nilai kemasyarakatan. Kedua, sistem ganjaran maupun hukuman dari kekuatan supernatural membantu memberikan jaminan nyata kepada penterjemah nilai kemasyarakatan dalam perilaku sehari-hari. Ketiga, pelaksanaan ritual secara periodik menjadi pelengkap untuk memperkuat identifikasi dan komitmen masyarakat atas nilai yang dimilikinya.
Jika agama ditempatkan dalam posisi sebagai sebuah ideologi, maka peran agama dapat berfungsi sebagai faktor penyebab/independent variable terhadap perubahan. Dengan arti bahwa ide agama bisa memengaruhi jalannya suatu perubahan. Tetapi, agama sebagai ideologi dapat juga berfungsi menjadi sebagai sarana mempertahankan status quo dan penghambat perubahan yang berarti dengan mempertahankan sistem lama. Agama merupakan suatu sistem simbol dan agama dapat berperan mendamaikan dan memberikan makna terhadap kontradiksi atau konflik dalam kehidupan manusia, dan ini berarti dapat dikatakan bahwa agama dapat berperan menjadi sebagai sebuah ideologi.